Menulis adalah caraku mengabadikan pengalaman agar tak lupa dari ingatan. Ini adalah rumah mayanya D dimana D nyaman memperlihatkan isinya. Blog ini berisikan tentang kehidupan D. Mix and fun. Macam-macam. Pemikiran saya. Kejadian sehari-hari. Review film, buku, tempat. A box of chocolate.

Monday 22 August 2011

Potret Asa Luvita


Jakarta, 2004
 
Dunia Utopia.

Tidak ada polusi. Tidak ada preman.

Kereta teratur. Angkutan umum teratur. Penumpang yang ingin naik, teratur, merasa tidak perlu buru-buru.

Bukan, bukan karena mereka tidak bekerja.

Bukan pula jam kantor yang asal-asalan.

Tapi karena keyakinan, bahwa mereka akan sampai kantor tepat waktu.

Di dalam bis, kereta, atau angkutan umum.... Semua orang tersenyum.

Supir tidak meludah, memaki, berkata kasar, bernada tinggi.

Sebagian penumpang membaca buku. Ada yang membawa PC tabletnya.

 Tidak ada perang, tidak ada perebutan wilayah.

PBB adalah sebuah negara dengan bekas-bekas negara sebagai negara bagiannya. Masing-masing mempunyai otonomi.

Negara yang kaya minyak berbagi kepada negara yang tidak.

Negara yang kaya budaya, mengajari negara lainnya.

Sistem transfer sumber daya manusia diseluruh dunia menyebarkan dan meratakan tingkat pendidikan.

Masih ada yang kaya dan yang miskin.

Yang kaya masih tetap suka berpesta. Tapi yang miskin pun tidak kelaparan, dengan adanya subsidi silang.

Tidak ada korupsi, tidak. Hal itu dianggap sangat kuno.

 P.S.      : Anna, ingin kan? Kita hidup seperti ini? Seandainya.....
Dari     :  Luvita  –with love-

 
Jakarta, 2010
 
Apakah Indonesia terbebas dari korupsi? Pertanyaan itulah yang mengusikku pertama kali ketika aku bangun tidur. Aku terbangun pagi ini diatas tempat tidurku dengan kepala sedikit pusing. Kulirik jam. Pukul setengah tujuh pagi.

Semalam aku nonton televisi hingga larut malam. Biasalah...kalau aku sedang terlalu capek. Jadinya aku tak terlalu bisa untuk tidur. Ya sudah aku menonton televisi. Tapi nyatanya hanya ada berita – berita yang sedang menjadi perbincangan hangat. Sidang lanjutan korupsi. Penarikan kembali dana – dana yang telah dikorupsi para pejabat korup. Haaah! Sebenarnya aku malas menontonnya. Tak ada habisnya. Kapan akan berakhir ? Sidangnya berbelit – belit. Dengan seribu dalih disana dan disini. Membuat kepalaku tambah pening saja. Tapi aku tentu tak bisa cuek demi mendengar jumlah uang yang dilibatkan. 900 TRILYUN RUPIAH !!! Mau tak mau jumlah itu membuatku menjerit.

Aku masih tak habis pikir. Bagaimana dana – dana itu bisa diambil oleh tangan -  tangan tak terlihat? Bagaimana orang dengan sangat pintarnya menciptakan cara-cara yang tak terpikirkan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya ? Akh...makin pusing kepalaku.

Aku pun lalu bangkit dari tempat tidurku. Aku pun lalu ingat kalau aku belum makan dari kemarin siang. Mungkin itu yang membuat aku agak pusing dan mual.

Baru saja aku bangkit. Lalu sadar, sesadar – sadarnya. Ini BUKAN kamarku. Ini lebih......MEWAH.  Lebih mewah, lebih besar dan SANGAT bernuansa putih. Besarnya mungkin dua kali, atau tiga kali kamarku. Dengan furniture lengkap dan salah satu sudutnya ada televisi 21 inch dengan layar datar. Aku terbengong – bengong melihat itu semua. Kepalaku kosong. Aku hanya kembali terduduk di sisi tempat tidurku ini, yang juga sangat mewah. Semenit. Dua menit.

Kemudian pintuku tiba-tiba diketuk tiga kali. Spontan aku loncat dari tempat tidurku dan langsung membuka pintu dengan tergesa. Brak! Pintu terbuka. Seorang gadis kecil yang lucu langsung menyerbu masuk. Umurnya kira – kira 6 - 7 tahunan. Sambil memelukku, “Mama ! Mama kenapa, sakit ya? bangunnya kesiangan. Ayo ma, sarapan dulu. Biar gak sakit. Ayo ma! Ayo..”  gadis kecil yang lucu itu menarikku keluar kamar.

“ Iya sayang, iya....” sahutku sambil berpikir, apa aku yang disebutnya mama?. Di luar kamar, aku langsung bertemu dengan sebuah lorong pendek, yang entah menuju kemana. Di depan kamarku tepat, ada sebuah pintu hitam yang sedikit terbuka. Dan aku mendapat kejutan yang lebih besar lagi. Seorang wanita muda berpakaian necis menghampiriku.

“ Pagi, Ibu Vita......hari ini saya sudah meng-cancel sebagian besar jadwal Ibu. Sehingga Ibu bisa beristirahat. Hari ini saya jadwalkan general check up ke dokter Budiono. Dia siap menunggu Ibu dari pagi ini juga” panjang lebar wanita itu berkata.

“ Jadwal apa? ” hanya itu yang bisa kukatakan untuk menutupi rasa heran dan teka-teki di kepalaku.
 
Wanita muda itu terpana, tapi kemudian tersenyum.

 “ Aduh, Bu Vita...sudah bercanda pagi – pagi...”

“ Ayo Bu, sarapan saja dulu. Agenda dan surat – surat penting lainnya sudah saya siapkan di meja kerja Ibu. Saya akan menunggu di ruang kerja Ibu” sambil berkata begitu, ia membuka pintu hitam tersebut dan menghilang kedalamnya.

 Lalu selanjutnya, gadis kecil lucu tadi kembali menarikku.

 “ Ayo ma! Makan ayo...Anna pingin makan sama mama......”

 “ Iya sebentar Anna”

 Anna? pikirku.

Lalu aku pun ditarik keluar dari lorong itu menuju ruang makan yang, sama mewahnya dengan kamarku.

 Di meja makan terlihat sudah tersedia dua piring nasi goreng yang kelihatannya lezat. Disampingnya ada segelas susu dan semangkuk kecil irisan semangka.

 Hemm... aku lalu duduk di salah satu kursi makan. Di samping piringku sudah ada setumpuk koran nasional bertanggal hari ini. Kuambil koran yang paling atas. Headline nya berbunyi : “ Presiden Luvita mempercepat kunjungannya ke Swiss karena kondisinya menurun”. Lalu gambar diriku - cukup besar – sedang menaiki tangga pesawat, ada di samping headline tersebut.

 Hemm...hemm...hemm...Aku memang sangat pusing sekali, seperti melayang.

 Lalu kusendokkan nasi goreng ke dalam mulutku. Enak.

 Jam 00.00 malam. Dua hari kemudian.

Hah...aku capek sekali hari ini. General check up dua hari lalu memberikan keputusan bahwa kaloriku harus ditambah.

Lalu rapat dengan para menteri tentang kebijakanku yang kukeluarkan untuk perindustrian.

Aku mengusulkan suatu sistem manajemen industri. Dimana dalam suatu industri, para karyawannya seolah-olah adalah bagian dari pemilik. Sehingga mereka tidak digaji tetapi lebih merupakan bagi hasil.

Mulanya tentu saja kebijakkanku ditentang, oleh para pengusaha tentunya. Tapi diamini oleh sebagian rakyatku. Dan tentu saja aku tetap bersikeras menjalankan sistem tersebut. Toh para pemilik perusahaan akan tetap untung.

Lalu hari kemarin dipenuhi dengan kunjungan – kunjungan kesana kemari. Ke peresmian anu. Kunjungan duta negara itu. Tapi yang paling kusukai adalah kunjungan ke yayasan anak milik suamiku. Aku selalu terenyuh melihat anak – anak di situ. Mereka adalah anak jalanan yang diambil dan diselamatkan dari organisasi – organisasi bayangan yang menaungi mereka. Yang sesungguhnya mengajarkan mereka untuk menjadi kapitalis. Cikal bakal koruptor. Maka aku dengan senang hati membiayai yayasan ini agar mempunyai cabang di seluruh Indonesia.

Lalu hari ini ada meeting khusus dengan Menteri Telekomunikasi dan Informatika. Untuk membicarakan sistem yang telah kami jalankan selama lima tahun ini. Aku masih terngiang – ngiang ucapan seorang Presdir Bank Dunia -  bahwa masalah utama ketakutan investor asing masuk ke Indonesia adalah masalah korupsi.

Bayangkan. BAYANGKAN !!! Singapore hanya membutuhkan waktu kurang lebih seminggu untuk membuka sebuah usaha di sana. Indonesia? 151 HARI !

Kenapa Singapore bisa ?
 
Menurut World Economic Forum pun, pemerintah yang tidak efisien juga menempati urutan teratas para investor.

 Meetingku kali ini dengan Menteri Telekomunikasi hanya membicarakan masalah-masalah teknis yang sering timbul dalam sistem database kami.

Sistem ini adalah sistem pusat yang menghubungkan seluruh daerah-daerah di Indonesia. Sistem ini meliputi semuanya. Pendidikan, kesehatan, industri, pokoknya semuanya. Dengan begitu manipulasi-manipulasi data yang membuat celah untuk korupsi bisa ditekan seminimal mungkin.

Tapi aku ingin lebih dari itu. Korupsi harus dibasmi! Jadi walaupun biaya investasinya sangat tinggi, aku mengambil resiko untuk sistem ini. Dan terbukti. Kerja pegawai pemerintahan sekarang sangat efisien dan tidak berbelit-belit. Dan berkat keefisienan itu begitu banyak biaya yang bisa dihemat dan dialokasikan ke sektor lain.

Jam 03.00 dini hari. Hari yang sama.

Aku kembali tak bisa tidur. Tetapi tidak pusing. Hanya, merasa sangat nyaman. Dari tadi aku hanya tiduran sambil menonton televisi yang memuat sepak terjangku. Penyiarnya laki-laki. Dengan tayangan gambarku di berbagai kesempatan.

“ Ibu Presiden Luvita... dipastikan akan menang pada pemilihan kali ini, karena rakyat  Indonesia sudah sangat percaya dengan kepemimpinannya. Selama lima tahun ini korupsi telah diberantas. Walaupun belum tuntas, tetapi terlihat bahwa akar-akar korupsi mulai hilang ”.

“ Kebijakan dan contoh dari Presiden Luvita agar diberlakukannya subsidi silang dari si kaya pada si miskin di semua bidang. Mulai menunjukkan hasil. Dan dengan diberlakukannya sistem database yang baru, manipulasi sekecil apapun akan langsung dilaporkan kepada seluruh rakyat Indonesia. Ini membuat kesadaran masional bangsa Indonesia. Dalam suatu kesempatan Presiden Luvita mengatakan agar kesadaran itu biarlah pelan tapi pasti. Jangan sampai cepat tersadar tetapi kemudian kembali lupa diri ”.

Tiba – tiba pintu kamarku terkuak. Anna pelan-pelan mendekati tempat tidurku.

“ Ada apa sayang? Kok kamu bangun jam segini ? ” tanyaku.

Anna hanya diam saja. Ia makin mendekati aku. Aku melihat ia menangis. Lalu ia mulai membelai tanganku. Kemudian isaknya tangisnya makin keras.

Aku tak bertanya lagi. Rasanya aku hanya lelah dan lelah. Tanpa memperdulikan Anna lagi, aku memejamkan mataku.

Jam 03.06 dini hari. 31 Desember 2010 .

Anna hanya menangis di samping Luvita. Pikirannya setengah kosong. Ia meremas secarik kertas. Kertas yang berisi coretan milik Luvita sebelum ia bertugas di Aceh. Ia ditugaskan menyelidiki tentang perkebunan dan pabrik ganja yang terdapat di sana, yang kabarnya ‘dilindungi” oleh salah seorang pejabat tingkat tinggi.

Masih terbayang oleh Anna saat Luvita akan berangkat. Mereka tidak pernah berjauhan sejak kecil. Dan Luvita hanya memberikan coretan di kertas itu sambil meminta Anna melanjutkan impian mereka. Luvita yang sedari muda selalu berjuang untuk kehidupan keluarga mereka.

Saat dokter di samping Anna menyentuh bahunya, Anna pun menengadah. Memandang Luvita sekilas, ia tahu bahwa semuanya harapannya sia-sia. Lalu Anna pingsan.

Sedangkan di luar. Seorang wartawan laki – laki mulai merekam suaranya pada tape recorder kecil.

“31 Desember pukul tiga dini hari, akhirnya Luvita Saraswati menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit, dengan hanya ditemani saudara kembarnya Adrianna Saraswati. Luvita meninggal setelah tiga hari kemarin mengalami harapan hidup. Tiga hari yang lalu setelah koma 6 tahun lamanya, denyut jantung dan nadi Luvita menunjukkan perkembangan yang berarti. Tetapi itu adalah denyut jantungnya yang terakhir. Luvita adalah korban dari bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada Desember 2004. Bencana alam yang menorehkan luka bagi Indonesia. Luvita berada di Aceh dalam rangka tugas jurnalistiknya menyelidiki sebuah kasus kolusi yang melibatkan seorang pejabat tinggi. Dan walaupun Luvita menjadi korban tsunami, beberapa hari sebelum ia terkena bencana itu ia sempat mengirimkan hasil temuannya yang menjadi barang bukti dan akhirnya berhasil menyeret pejabat tinggi tersebut ke pengadilan.”

Terdiam sejenak, ia pun melanjutkan rekamannya.

“Luvita meninggal di saat kita semua akan merayakan pergantian tahun. Dan juga masih dalam suasana peringatan bencana tsunami Aceh. Semoga di tahun yang baru ini, semangat Luvita, juga segala luka yang Indonesia punyai bisa membuat kita berkaca dan membenahi diri kita” 

Bimo menurunkan recordernya. Sebutir kristal kaca mengalir dari matanya. Ia meraba cincin di jari manisnya. Penyesalan masih terbersit di hatinya. Seharusnya cincin ini ia berikan pada Luvita sebelum ia berangkat, 6 tahun lalu.

Berita ini akan menjadi headline dalam beberapa jam lagi.





No comments:

Post a Comment

Pages