Menulis adalah caraku mengabadikan pengalaman agar tak lupa dari ingatan. Ini adalah rumah mayanya D dimana D nyaman memperlihatkan isinya. Blog ini berisikan tentang kehidupan D. Mix and fun. Macam-macam. Pemikiran saya. Kejadian sehari-hari. Review film, buku, tempat. A box of chocolate.

Thursday 6 February 2020

(my family is) WONDER (ful)


I assume semua yang baca ini sudah menonton Wonder semuanya, ya kan?

Wonder, film yang rilis tahun 2017 ini bercerita tentang Auggie. Seorang anak yang mempunyai kelainan facial deformity. Sehingga di usia 10 tahun, dia sudah harus menjalani operasi sebanyak 27 kali agar bisa bernapas, makan minum dan mendengar dengan selayaknya tanpa harus dibantu alat medis.

Lalu ayah ibunya memutuskan bahwa Auggie sudah waktunya bersekolah normal. Auggie dan keluarganya pun mengalami roller coaster saat emosi Auggie yang belum stabil, mendapatkan ujian dari hasil perlakuan teman-temannya di sekolah.

Yang mau saya highlight disini, adalah Via, kakak Auggie yang pastinya sangat sayang sama Auggie. Saking sayangnya, ia rela semua perhatian keluarga tercurahkan hanya untuk Auggie seorang. Tanpa bisa reaching out saat ada masalah (teenager problem) menghampiri.


Me is Via. Definitely her.

Lihat di posternya bahkan dia hanya jadi bayangan, pengikut saja di belakang? Saat semua spotlight mengarah ke adiknya.

Untungnya di filmnya diceritakan juga conclusion kalau Via juga pada akhinya breakdown dan reaching for help. Lalu semuanya menyadari kalau Via pun perlu ditolong. Perlu di support.

Dua tahun lalu, saat film ini rilis dan saya nonton berkali-kali, untungnya keluarga saya menyadari kemiripan jalan ceritanya dengan kisah keluarga kami.

Adik lelaki saya, yang beda 4 tahun lebih muda dibanding saya. Pada suatu hari di masa kelas 2 sekolah dasar, mengeluhkan sakit pada alat kelaminnya pada mba di rumah saya.

Fyi mba di rumah saya yang pada masa itu sudah bantu-bantu di rumah selama 5 tahun lebih. Praktis, mba Rina (namanya) literally menjadi asistennya nyokap karena sudah pintar mengurus semua urusan mulai belanja sampai keuangan.

Saat adik saya mengeluhkan itu, semuanya dimulai. Adik saya kemudian ke dokter, lalu di diagnosa Albuminuria atau Ginjal bocor. Jadi ginjal 'salah membaca' yang seharusnya dibuang malah disimpan. Vice verca. Jadi albumin dan protein malah terbuang di urin, garam dan lain-lain malah tertahan di tubuh.

Lalu semuanya seperti fast forward. Penyakit adik saya makin parah dan membahayakan karena tubuhnya kekurangan protein. Ndilalahnya, penyakit ini tidak bisa operasi, karena ginjalnya harus 'diajari' untuk membaca dengan benar. Terapi obat menjadi satu-satunya pilihan. Opname berminggu-minggu harus diambil untuk mendukung tubuh yang kekurangan protein.

Alat kelamin, pipi dan mata adik saya menjadi salah satu indikator jika sudah mulai kambuh. Karena air dan garam yang tertahan di dalam tubuh, larinya ke area-area itu. Cukup bayangkan jika balon diisi air banyak banget. Sampai kulit balonnya bening dan terlihat air didalamnya.

Seperti itulah....

Sebagai anak sekolah yang belum tahu apa-apa, saya hanya tahu bahwa saya harus mengurus diri saya sendiri mulai saat itu. Dengan segala problem yang saya hadapi.

Bertahun-tahun adik saya terapi obat. Mulai dari minum obat 8x sehari. Opname. Rawat jalan. Check up. Buang urine di tempat bening setiap harinya biar terlihat secara kasat mata, apakah sudah benar membuang air dan bukannya protein/albumin?

For your information, bau albumin itu seperti telur yang disimpan berhari-hari :) Jadi kalau urin adik saya sudah mulai bening. Kami sekeluarga pun sudah bernafas lega.

Ketika berangsur-angsur pulih, it takes around 8 years i guess? Tentu saja kemudian adik saya yang paling kecil lahir :)) Ibu saya yang trauma dan merasa gagal mengurus anak sampai bisa sakit (ini saya simpulkan dari potongan-potongan percakapan-percakapan saya saat dewasa dengan ibu) beralih sangat mencintai adik saya dan over protective.

Saya kembali 'dilupakan' :") Tetapi sudah tidak ambil pusing lagi sih. Paling hanya pada saat SPP saya jaman SMAKBO lupa dibayarkan karena penuhnya urusan keluarga kami. Saya 'disemprot' oleh salah seorang guru bahasa Inggris yang terkenal killer :")

Disemprot di depan seluruh kelas sungguh bukan pengalaman menyenangkan buat anak SMA kelas 3 right? Thats why saya tidak pernah berusaha dekat dengan guru tersebut. Sekarang guru tersebut sudah berpulang beberapa tahun lalu. Punten pak, saya masih membenci kejadian itu :) Semoga tidak menjadi ganjalan amal.
Menurut saya bukannya harusnya jika siswa belum membayar SPP itu bukannya diajak bicara baik-baik dan bukannya dipermalukan depan teman-teman.

Well, mungkin itu hanya ada di sinetron.

Anywayyyyy! Bersyukur keluarga saya nonton Wonder pada saat 2 tahun lalu. Jadi berkaca diri lagi. Dan ayah saya, secara implisit bilang "good job' kepada saya. Good job karena telah tegar. Good job karena menjalani peran sebagai kakak dengan baik. Alhamdulillah keluarga kami bisa melalui semuanya itu.

My family is wonderful!

20 tahun sudah berlalu, sehat-sehat semuanya ya! 




No comments:

Post a Comment

Pages