Biasanya pada makan siang kemana sih kalau di
kantor?
Hmm… dulu waktu jaman sekolah, mikirnya kalau
udah kerja pasti keren punya makan siangnya. Pasti yang enak-enak melulu deh
jatuhnya. Entah kenapa saya punya pemikiran seperti itu.
Mungkin dulu karena sekolah di smakbo, kantinnya
tidak ada pilihan lain selain nasi goreng cabai atau gado-gado? :D jadi mungkin
saya bosan tingkat akut dengan makan siang yang itu dan itu lagi.
(belakangan saya baru tahu kalau makan siang
enak itu sesekali aja kalau habis dapat rejeki. And define ‘enak’. Ternyata its
all about mind and heart)
Lalu pertama kalinya kerja. Di sebuah pabrik
semen instan mortar. Dan ini merupakan semacam anak pabrik. Terbayang dong,
kalau di pabrik itu minim wanita? Alhasil saya tiap kali hanya makan siang di
meja, karena tidak ada teman. Dengan menu catering yang sudah dihapal siklusnya
: Senin, dengan lauk ayam goreng.
Selasa, dengan ikan goreng. Rabu kembali ayam bakar atau pepes. Kamis, ikan kembali dan jumat makanan
paling tidak disuka,balado telur. Bukan masalah telurnya, tapi bumbunya itu
kurang matang. Jadinya bikin agak sedikit enek. Saya sampai memusuhi balado
telur lho selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya berani makan lagi setelah ibu
saya yang masak…dan enak! J
Kembali ke masalah makan siang. Makan siang di
perusahaan pertama itu meninggalkan kesan mendalam secara negatif. Dugaan saya
tentang makan siang sama sekali terhapuskan.
Kemudian saya pindah tempat kerja. Sebuah
laboratorium jasa analisa. Dan baru merasakan kenikmatan makan siang di tempat
ini. Tim lab (waktu itu) terdiri atas wanita semua. Dan makan siang saya selama
dua tahun lebih di tempat ini selalu menyenangkan. Belum ada pantry khusus buat
kami. Meja makan hanya bisa memuat 2 orang. Alhasil makan siang lebih banyak
menghampar karpet saja. Tim kami waktu itu baru berlima, saya, Santi, Dwi, Mba
Tini dan Mba Titi. Dan saya merasa sangat sehat! Makan siang setelah menguras
energy selama setengah hari preparasi dan analisa sample benar-benar menumbuhkan
selera makan. (FYI, kerja di laboratorium itu memberdayakan seluruh indra kita
lho, tangan, kaki, otak, semua terpakai).
Sudah itu timnya menyenangkan. Selama makan
kita bicara apa saja. Gossip artis, gossip kampus #ehh , menghayal, sharing
pengalaman, curhat, mecahin problem dan ngelawak gak jelas. Padahal makan siang
saya kebanyakan juga bawa dari rumah. Standar lah, kadang ayam goreng kadang
nasi goreng kadang hanya sayur atau cap cay. Tapi entah kenapa nikmaaaaaaaat
setiap hari itu bekal. Sampai-sampai ada beberapa mahasiswa yang terkadang
gabung makan siang di tempat kami karena “pasti kalau sama mba-mba makan
siangnya ketawa-ketawa melulu, enak ngilangin stress”
(btw soal mahasiswa ini, sebenernya agak cukup
lucu juga. Karena kami dipanggil ‘mba’ oleh mahasiswa yang notabene lebih tua
usianya. Status kami sebagai penengah
antara mahasiswa dan dosen membuat kami sedikit disegani oleh mahasiswa. Hmm,
kapan2 mengupas tentang ini deh)
Kalau sedang tidak bawa bekal, makan beli di
kantin kampus pun sama. Mau soto, mau tongseng, dll dsb. Semua terasa enak. Gak
pernah gak nafsu makan deh. Terlebih kalau kepala admin kami, Pak Min yang sudah
kami anggap orangtua sendiri, kalau sedang ada rejeki pasti mentraktir kami.
Dan pasti kami menyambangi satu-persatu restoran yang ada di sepanjang jalan
margonda, mulai steak murah meriah sampai steak beneran, ramen, bakmi, pizza,
nasi campur. Fuwaaa…pantesan saya jadi nduuuuttt walaupun kerja capek sampai
malam.
Lalu lanjut ke perusahaan ketiga, sebuah
distributor alat kesehatan. Dan masih merasakan suasana fun disini. Tempat
makan juga disediakan. Ada meja-meja yang cukup untuk semua karyawan. Dan
siklus happy lunch time disini berlanjut. Sebenarnya disini saya sedikit lebih
stress walaupun energy yang dikeluarkan lebih sedikit dibanding di kampus. Ini
karena saya kerja gerilya sendiri membangun system lab. Dan tidak bisa sharing
masalah kerjaan. Harus problem solving sendiri. Kalau cerita ke teman pun,
mereka beda divisi, dan terkadang cuma bisa pukpuk saja (Alhamdulillah masih di
pukpuk). Dan benar-benar makan siang yang relaksasing. Bisa ketawa menggila
sampai sakit perut kalau sedang membahas sesuatu. Dan ritual hari jumat yang
makan siang di luar. Fun, Happy, Full
stomach. What a life. Alhamdulillah
Bukan tempatnya dit,
tapi sama siapanya – My ex was said this to me- hmmm, kata-kata ini sedikit
nyambung dengan pembahasan ini.
Di perusahaan selanjutnya, tidak ada pantry
khusus untuk tempat makan. Makan di meja masing-masing. Tapi masih tetap ada
ritual makan bersama. Ada satu meja kosong yang kami jadikan tempat makan
ramai-ramai. Sudah gitu, saya mulai agak malas bawa bekal karena terkadang
menginap di kantor selama berhari-hari. Tetapi kadang si bos suka telepon
delivery dan kami pun bisa pesan sepuas-puasnya :D. Belum lagi kalau sudah
entertaint user or klien. Bisa makan di hotel berbintang atau sekalian di high
class resto. Lalu ketika perusahaan mulai terbelit masalah dan kemewahan makan
siang sudah tidak bisa diprovide. Divisi saya dipecah menjadi 4 tim, dan saya
kebagian di kantor kalibata.
Itupun masih merasakan makan siang seru! Dengan
tim baru, menyambangi satu persatu tempat makan seputaran tebet dalam yang
bejibun itu. Dan benar, bukan masalah seberapa cozynya suatu tempat. Tapi
dengan siapa kita menghabiskan waktu. #edisikangen
Well, life is all about change huh? Seiring
dengan waktu gue makin mendekat dengan ‘sesuatu’ yang gue inginkan dalam hidup.
Gue pun harus selalu merasa menggeliat dan meninggalkan zona nyaman kerja gue.
Life is about sacrifice. Ada harga yang harus gue bayar untuk segala yang gue
inginkn dan dapatkan.
Untuk di kerjaan sekarang. Feel stuck sama
makan siang. Boceeeeennn… terkadang makan bareng sih di ruang meeting. Tapi
lebih sering di meja masing-masing. Dan dunno why, ini orang-orangnya pada
serius. Dan gue merasa gak nyambung dengan obrolan mereka. Bukannya gak bisa
adaptasi lho. Malah, gue saking bisa adaptasi dan dipercayanya gue menjadi
terbagi dua antara dua kubu karyawan senior dan junior. Hukss… mau makan siang
pakai apapun jadi merasa bosen dan kurang nikmat. Dan harus dikatalisator nafsu
makan siangnya dengan sambal yang super pedas. Which is, gak sehat juga jadinya
perut gue.
Yah…ambil hikmahnya saja. Gue kan memang pingin
diet. Biar makan siangnya dikit. Gak usah terlalu berlama-lama makan siang dan lebih
banyak cari rejekinya.
Dan tetap merindukan makan siang
enak+seru+sehat+hati riang.
Everything changing, everywhere I go…I am a
mobile.
Everytime I turn, all out my control, I’m a
mobile…
-
Mobile, Avril Lavigne -
No comments:
Post a Comment